Butuh Laptop di 2026? Ini Cara Memilih ASUS yang Tepat Sesuai Kebutuhanmu
Saya pakai ASUS pertama kali sekitar 2012. Waktu itu alasannya sederhana: butuh laptop yang masuk akal, tidak rewel, dan tidak bikin stres di tengah tugas kantor dan kuliah. Tidak ada romantisme merek. Tidak ada ambisi “harus flagship”. Yang saya butuhkan cuma: nyala, kerja, dan bertahan.
Yang menarik, belasan tahun kemudian, ketika saya sudah bekerja dan malah ikut terlibat dalam pengadaan perangkat kantor, nama ASUS justru muncul lagi—kali ini bukan untuk saya sendiri, tapi untuk tim. Sampai hari ini, ASUS Vivobook yang saya rekomendasikan ke kantor masih dipakai sebagai alat kerja harian. Spreadsheet berat, meeting seharian, dokumen bertumpuk, browser dengan puluhan tab, bahkan edit video dan audio juga bisa—semua itu dijalani tanpa drama.
Karena itu, ketika orang bertanya: “ASUS di 2025–2026 masih relevan nggak?” Jawaban saya singkat: iya, tapi pilihnya harus tepat. Karena sekarang konteksnya sudah berubah. Laptop bukan cuma soal cepat, tapi soal AI-ready, efisien, dan cocok dengan gaya hidup.
Laptop hari ini bukan cuma soal CPU, tapi soal AI
Di 2025, pembicaraan laptop pelan-pelan bergeser. Kita mulai dengar istilah NPU, TOPS, dan Copilot+ PC. Intinya sederhana: semakin banyak pekerjaan kecil yang dulu kita lakukan manual—ringkas dokumen, transkrip, summarizing, image assist—sekarang dikerjakan AI langsung di perangkat.
ASUS termasuk yang cepat masuk ke area ini. Banyak lini laptopnya sudah dibekali NPU hingga ±45 TOPS, yang artinya pemrosesan AI bisa dilakukan lokal, lebih cepat, dan lebih hemat daya.
Dan menariknya, teknologi ini tidak hanya hadir di laptop mahal.
Untuk pelajar: laptop terjangkau, tapi sudah “AI modern”
Untuk segmen pelajar atau pengguna pemula, saya cukup suka dengan pendekatan ASUS tahun ini. Mereka tidak memaksa semua orang masuk kelas premium.
Seri ASUS Vivobook 14 A1407CA, A1407QA, dan M1407KA adalah contoh yang pas. Ini laptop yang secara harga masih masuk kategori terjangkau, tapi pengalamannya sudah modern. Bukan laptop “sekadar hidup”.
Laptop-laptop ini cocok untuk:
- Pelajar SMA atau mahasiswa awal
- Tugas, presentasi, browsing, AI tools ringan
- Penggunaan harian tanpa harus mikir “takut lambat”
Tidak semua orang butuh laptop super tipis atau GPU diskrit. Untuk banyak pelajar, stabil dan responsif jauh lebih penting. Dan seri ini cukup jujur di situ.
Mahasiswa & pekerja kantoran: ringan, stylish, tahan seharian
Masuk ke segmen yang paling sering saya rekomendasikan: mahasiswa tingkat akhir, pekerja kantoran, atau profesional muda.
Di sini, ASUS Vivobook S14 S3407QA dan S3407CA terasa pas. Laptop ini tidak berisik soal spesifikasi, tapi ketika dipakai, baru terasa niatnya.
Ringkas, desainnya bersih, dan yang paling penting: baterainya besar. Dalam pemakaian normal, bisa tembus di atas 16 jam. Ini tipe laptop yang bisa dibawa seharian—kerja di kafe, meeting berpindah-pindah, presentasi—tanpa panik cari colokan.
Ini juga laptop yang “aman” untuk:
- Tugas kantor
- Presentasi
- Multitasking
- AI assistant harian
Bukan laptop pamer. Tapi laptop yang bikin hidup lebih simpel.
Butuh tenaga ekstra? Vivobook S14 M3407HA
Ada satu segmen yang sering “terjepit”: orang yang bukan gamer, tapi kerjanya sudah mulai berat. Banyak tab, banyak aplikasi, AI dipakai lebih sering, sesekali editing grafis atau video ringan.
Untuk kelompok ini, ASUS Vivobook S14 M3407HA menarik. Performanya lebih fleksibel. Tidak seberat laptop gaming, tapi cukup kuat untuk:
- Multitasking berat
- Pemanfaatan AI lebih intens
- Kebutuhan kreatif ringan
Ini tipe laptop “transisi”: dari pengguna biasa ke power user. Dan menurut saya, segmen ini akan makin besar ke depan.
Laptop pekerja visual: ProArt itu beda kelas
Kalau pekerjaanmu sudah masuk ranah visual serius—desain, fotografi, video, color grading—maka ceritanya berbeda. Di titik ini, layar bukan sekadar tajam, tapi harus akurat.
Di sinilah ASUS ProArt relevan.
Laptop ProArt memang tidak murah, tapi juga tidak asal mahal. Fokusnya jelas: layar presisi, performa stabil, dan workflow profesional. Ini laptop untuk orang yang tahu apa yang dia kerjakan.
Bukan untuk semua orang. Tapi untuk kreator visual, ProArt itu investasi, bukan gaya.
Gaming: dari kasual sampai serius
Untuk urusan gaming, ASUS membagi dengan cukup jelas.
ASUS Gaming K16
Ini titik masuk yang masuk akal. Buat kamu yang ingin laptop bisa kerja dan main, tapi tidak mau bobot dan harga laptop gaming kelas berat. Seri ini cocok untuk gamer kasual, mahasiswa, atau pekerja yang main game sebagai hiburan.
ASUS Gaming K16 adalah laptop yang terasa dibuat untuk mereka yang ingin masuk ke dunia gaming tanpa harus berkompromi dengan kebutuhan kerja dan aktivitas harian. Dari luar, tampilannya tetap rapi dan modern—tidak terlalu “teriak gamer”—namun begitu dinyalakan, karakternya langsung terasa berbeda.
Performa yang ditawarkan cukup agresif untuk menjalankan game populer dengan lancar, sekaligus tetap stabil untuk multitasking berat seperti editing, streaming ringan, atau membuka banyak aplikasi sekaligus. Keyboard-nya responsif dengan feedback yang mantap, cocok untuk sesi bermain panjang maupun mengetik cepat, sementara sistem pendinginnya bekerja cerdas menjaga suhu tetap terkendali tanpa suara kipas yang mengganggu. Layar dengan refresh rate tinggi memberi pengalaman visual yang lebih mulus dan imersif, membuat pergerakan terasa tajam dan responsif, baik saat gaming kompetitif maupun menikmati konten hiburan.
Yang menarik, ASUS Gaming K16 tidak memposisikan diri hanya sebagai “mesin game”, tetapi sebagai perangkat serba bisa—cukup kuat untuk bermain, cukup nyaman untuk kerja, dan cukup solid untuk dipakai setiap hari tanpa terasa berlebihan. Ini adalah tipe laptop yang memberi rasa percaya diri: dinyalakan untuk kerja siang hari, dipakai gaming malam hari, dan tetap terasa relevan di kedua dunia tersebut—sebuah keseimbangan yang memang menjadi ciri khas pendekatan ASUS dalam merancang perangkat modern.
Laptop gaming terbaik: ASUS TUF & ROG
Kalau bicara gaming serius, posisi ASUS di level ini sebenarnya sudah mapan. Bukan karena slogan, tapi karena konsistensi. Lini TUF dan ROG bukan dibangun semalam—keduanya lahir dari pemahaman bahwa performa tinggi tanpa sistem yang matang hanya akan berumur pendek.
Mari kita bedah pelan-pelan.
ROG (Republic of Gamers) ditujukan untuk mereka yang benar-benar tahu apa yang mereka cari dari sebuah perangkat gaming. Bukan sekadar “bisa main game”, tapi bagaimana game itu dijalankan: frame rate stabil, input presisi, layar cepat, dan respons sistem yang tidak terasa tertinggal sedetik pun. Pendinginan di lini ROG dirancang agresif sejak awal—bukan ditambal belakangan—karena ASUS paham bahwa performa puncak hanya relevan jika bisa dipertahankan, bukan cuma muncul di benchmark. Keyboard, audio, hingga tuning software dibuat untuk pengguna yang sadar detail dan tidak mau kompromi. ROG itu bukan soal tampilan RGB-nya, tapi soal kontrol penuh atas pengalaman gaming.
Sementara itu, ASUS TUF berbicara ke segmen yang berbeda—dan justru itu kekuatannya. TUF hadir untuk gamer yang mengutamakan ketahanan, konsistensi, dan value. Performanya tinggi, ya. Tapi pendekatannya lebih rasional. Desainnya lebih tenang, tidak terlalu flamboyan, dan fokus pada fungsi. Sistem pendinginan TUF mungkin tidak seekstrem ROG, tapi sangat stabil untuk penggunaan jangka panjang. Ini laptop yang siap dipakai lama, dibawa ke mana-mana, dipakai gaming, kerja, bahkan perjalanan, tanpa terasa rapuh. Bagi banyak orang, TUF adalah sweet spot: performa gaming serius tanpa harus “mengumumkan” ke semua orang bahwa mereka gamer.
Yang menarik, ASUS tidak berhenti di laptop.
Masuk ke ROG Ally (Xbox Ally), kita melihat arah ekosistem yang lebih luas. Ini bukan pengganti laptop gaming—dan memang tidak dimaksudkan untuk itu. ROG Ally adalah ekstensi gaya hidup gaming modern. Ia menjawab kebutuhan gamer yang ingin tetap bermain di sela-sela waktu, di luar meja, tanpa harus membawa laptop besar. Performa handheld ini cukup serius untuk ukurannya, dengan ekosistem software yang terintegrasi dan fleksibilitas ala PC gaming. Bagi pengguna ROG atau TUF, Ally terasa seperti perpanjangan alami: main di rumah pakai laptop, lanjut di luar pakai handheld. Workflow gaming yang cair, bukan terputus.
Di sinilah kekuatan ASUS terasa utuh: ekosistem.
Laptop untuk sesi serius. Handheld untuk fleksibilitas. Perangkat lunak yang saling terhubung. Filosofi desain yang konsisten.
Kesimpulannya sederhana tapi tegas:
-
ROG untuk gamer yang ingin kontrol penuh dan performa maksimal tanpa kompromi.
-
TUF untuk gamer yang ingin performa tinggi, tahan banting, dan tidak berisik secara visual.
-
ROG Ally untuk mereka yang melihat gaming sebagai bagian dari ritme hidup, bukan aktivitas yang terikat meja.
Kalau kamu memang serius di gaming, memilih di antara lini ini bukan soal mana yang “lebih hebat”, tapi mana yang paling jujur dengan cara kamu bermain. Dan di titik itu, ASUS sudah menyiapkan jalannya.




.jpg)
Komentar
Posting Komentar
Silahkan share postingan ini jika suka, tapi.. jangan dicopas ya. Semua komentar dimoderisasi terlebih dahulu. Komen dengan link hidup, mohon maaf tidak saya approve. A happy reader is one of my excitement of being blogger. Terima kasih sudah berkunjung.